Tidak Hanya Plastik, Pakaian Juga Butuh Tempat Sampah Khusus

Oleh : Rodinatul Munawaroh – Mahasiswa FMIPA Unisma Malang

Sampah masih menjadi momok ketika membahas tentang pencemaran lingkungan. Dampaknya yang begitu besar tentu sudah dihafal diluar kepala oleh setiap orang. Namun yang menjadi sorotan ketika membicarakan pencemaran lingkungan oleh sampah umumnya hanyalah sampah plastik. Sedangkan kita melupakan fakta bahwa selain sampah plastik masih begitu banyak jenis sampah penyebab pencemaran. 

Salah satu sampah yang jarang sekali kita sorot adalah sampah pakaian. Padahal dengan adanya penduduk yang berjumlah ribuan ini sudah pasti akan menghasilkan sampah pakaian yang tak kalah banyaknya. Mengingat, tren pakaian tidak pernah sepi dan selalu ada kebaruan yang menyebabkan tren lama mudah terlupakan. Hal ini di perparah dengan adanya industri fast fashion yang seolah menjadi racun segar bagi masyarakat.

Fast fashion adalah produksi tekstil yang mengutamakan kualitas dan kecepatan produksi. Demi mendapatkan bahan yang lebih murah dan dapat di produksi dengan cepat, industri mode sering mengabaikan bahayanya bahan kimia yang terdapat dalam produk mereka. Banyak merek atau brand fast fashion yang telah masuk ke Indonesia, brand tersebut diantaranya seperti Zara (Spain), UNIQLO, H&M (Sweden), TopShop (UK), and Forever 21 (USA). Merek dan brand tersebut sudah terkenal di dunia fashion. Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan adanya sifat manusia yang konsumtif dan juga enggan ketinggalan zaman, nantinya akan menyebabkan tumpukan pakaian model lama yang akan terbuang sia-sia.

Data dari riset milik YouGov yang mencatat bahwa terdapat sekitar 66% masyarakat dewasa membuang paling tidak satu buah pakaian mereka pertahun dan  sekitar 25% membuang setidaknya lebih dari 10 pakaian pertahun. Di samping itu, sebanyak 41% kalangan milenial di Indonesia juga menjadi konsumen produk fast fashion yang menyumbangkan potensi sampah pakaian paling banyak. Selain itu  tercatat pula dalam data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021, bahwa Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah pakaian atau setara dengan 12 persen dari limbah rumah tangga.

Sampah pakaian dapat merusak lingkungan ketika dibiarkan menumpuk di permukaan tanah kemudian terurai dan berakhir melepaskan gas metana. Gas ini dapat menyerap panas hingga 28 kali lebih besar dari pada karbon dioksida. Selain itu juga berpotensi besar sebagai penyebab pencemaran air.   Hal ini disebabkan adanya kandungan mikroplastik dalam bentuk serat benang poliester. Kandungan mikroplastik mengancam kehidupan biota perairan.

Persoalan sampah pakaian perlu mendapatkan perhatian khusus sebab pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang akan terus menerus digunakan dan menghasilkan sampah yang merugikan. Di zaman yang semakin maju, seharusnya pemerintah mampu menjawab persoalan sampah pakaian dengan sesuatu yang solutif. Bukan hanya dengan menekankan kesadaran pada masyarakatnya untuk membuang sampah dengan memilah secara tepat, namun pemerintah juga menyediakan fasilitas yang mampu mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dari semua macam sampah.

Di Belanda, terdapat tempat sampah khusus untuk mendaur ulang sampah tekstil. Kain yang sudah tidak terpakai bisa dimasukkan kedalam tong sampah untuk kemudian di hancurkan. Hasil daur ulang tersebut berupa potongan-potongan kecil yang bisa dijadikan isian bantal guling, boneka, ataupun dipintal menjadi benang untuk dijadikan kerajinan seperti keset, taplak meja, dan gorden. Jika dibuat sekreatif mungkin, kerajinan tersebut akan menghasilkan profit yang menarik.

Adanya tempat sampah khusus tekstil di Belanda, bisa dijadikan acuan untuk diwujudkan di Indonesia. Pemerintah Indonesia seharusnya bisa menyediakan tempat sampah daur ulang kain tersebut di sudut-sudut perumahan. Masyarakat hanya tinggal memasukkan sampah pakaiannya kedalam dan memanfaatkan hasil daur ulang menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis. Dengan adanya tempat sampah daur ulang, masyarakat dapat mendaur ulang sampahnya secara mandiri. Sehingga sampah pakaian tidak akan sampai ke tempat pembuangan akhir. 

Di sisi lain, kebiasaan masyarakat indonesia yang malas memilah sampah juga akan terkurangi seiring dengan adanya kemudahan pendaur-ulangan sampah pakaian. Masyarakat pasti akan tertarik ketika dapat memanfaatkan pakaian bekas menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis sehingga berfikir dua kali untuk membuang sampah pakaiannya bersama sampah rumah tangga lainnya. Para petugas kebersihan yang terkadang masih lalai dalam pemisahan sampah juga mendapat kemudahan dikarenakan antara sampah plastik dan sampah pakaian sudah terpisah. Adanya tempat sampah daur ulang ini berkontribusi besar dalam mengurangi persentase pembuangan sampah pakaian ke lingkungan. 

*Tulisan ini telah terverifikasi oleh Dr. Sama’ Iradat Tito, M.Si – Dosen FMipa Unisma, Kepala Inkubator Bisnis Unisma Malang dan Anggota Perhimpunan Biologi Indonesia